Awal bulan Juni, bangsa Indonesia memperingati hari
nasionalnya yaitu Hari Pancasila. Tepat pada tanggal satu bulan Juni, pengguna
sosial media berbondong-bondong memasang foto mereka dengan twibbon
bertuliskan “Saya Indonesia! Saya Pancasila!” Kejadian ini sempat viral dan
bertahan selama hampir satu pekan. Namun, inikah yang dinamakan realisasi
pancasila dalam memperingati Hari Kesaktian Pancasila kita?
Ahsani Taqwim, Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2016 memiliki sudut pandang
dalam menanggapi pekan pancasila, “……kalo tujuan mereka semata-mata
hanya untuk mengekspresikan, masih banyak jalan dan cara lain yang lebih nyata
dampaknya dan bermanfaat…” Jiwa Pancasila tidak dapat tergambarkan hanya
melalui upload foto begitu saja. Sebuah tindakan nyata harus diperkuat,
apalagi dengan status mahasiswa FISIP yang seharusnya berjiwa sosial dan
menjadi agent of change masyarakat
di sekitarnya.
Dunia kampus juga belum tentu menjamin tegaknya
landasan idiil Pancasila dalam birokrasinya. Sebut saja Bisma Mahasiswa Ilmu
Komunikasi 2016, beranggapan bahwa sila ke lima, keadilan sosial, belum
terwujud sebagaimana mestinya. “Temenku ada yang kaya, dapat bidik misi.
Sedangkan yang kurang mampu, ada yang nggak dapet” tuturnya saat diwawancarai
melalui chatting. Nyatanya, Indonesia merdeka selama 72 tahun pun,
bangsanya belum sadar akan landasan idiilnya.
Perayaan Pancasila 1 Juni kemarin belum sepenuhnya mencerminkan betapa
saktinya Pancasila. Perayaan yang masih tetap kukuh selama satu minggu ini
hanya sebagai ajang pencitraan bahwa bangsa Indonesia masih ingat dengan
landasannya melalui foto yang diposting. Bangsa dan negara tanpa
landasan, bagai nahkoda tanpa tujuan. Akankah Indonesia tetap mengingat
Pancasila, walau 1 Juni hanya datang satu tahun sekali? “Ya untuk
menghormati pancasila, ya dilakukan dengan tindakan, bukan hanya
peringatan setiap tanggal satu Juni saja”, ucap Rofilah Mahasiswi Ilmu
Komunikasi 2015. (dym/ffl)
0 Comments:
Post a Comment