Sabtu 23 Mei 2015 lalu giliran Universitas Brawijaya yang
dikunjungi Kompas dalam rangka Kompas Saba Kampus 2015. Bukan hanya mahasiswa Universitas
Brawijaya yang antusias, mahasiswa dari universitas-universitas di Malang
lainnya juga mendaftar di acara yang diadakan di gedung Widyaloka ini. Kegiatan
tersebut bertujuan mengenal newsroom Kompas sekaligus untuk mendengar pandangan
dan masukan dari mahasiswa terkait dengan bisnis media dan perkembangan isu
lainnya.
Dalam rangkaian acara tersebut
diadakan pula kelas paralel, salah satunya adalah kelas jurnalistik yang
dipandu oleh editor Kompas, Wisnu Nugroho. Kelas ini berjalan dengan seru
lantaran di awal acara Wisnu berjanji tidak akan membuat peserta mengantuk. Dari
awal Wisnu membuat kita terperangah dan terus penasaran dengan gambar-gambar
yang dia tampilkan di layar LCD. Ternyata Wisnu memiliki maksud terselubung,
gambar-gambar tersebut memiliki benang merah yang akan membawa kita pada kesimpulan
tentang apa saja modal yang harus dimiliki seorang jurnalis.
Wisnu mengatakan bahwa ragu-ragu
atau skeptis adalah modal utama yang harus dimiliki seorang jurnalis.
Pengalamannya dulu ketika didaulat sebagai wartawan istana membuatnya menjadi
wartawan yang suka ngepoin apa yang
terjadi namun sering tak terkuak di istana kepresidenan. Ia bekerja sebagai
wartawan istana pada saat SBY masih menjabat sebagai presiden RI saat itu.
Keskeptisannya membawa banyak bahan berita untuk Kompas. Ia mengaku bisa sangat
skeptis dan jeli pada saat memperhatikan hal-hal kecil disekitarnya. Contohnya
saja ketika ia skeptis terhadap tas ibu menteri pada saat menghadiri rapat. Tas
tersebut adalah tas keluaran brand luar negeri, padahal kala itu SBY sedang
gencar-gencarnya mengkampanyekan gerakan cinta produk dalam negeri.
Wisnu melanjutkan, sikap skeptis
akan membawa seorang jurnalis mau tidak mau memverifikasi fakta dibalik sebuah
fenomena yang ia tangkap, seperti halnya ketika melihat tas ibu menteri
tersebut, ia tidak hanya berhenti sampai disitu. Wisnu sampai mendatangi toko
yang menjual tas tersebut dan dibuat malu karena ia hanya penasaran ingin
memastikan harga tas tersebut yang selangit tanpa membelinya. Namun ia puas
karena bisa mendapatkan fakta yang dapat memperkuat berita yang akan dia tulis.
Tidak hanya itu, berita juga harus diperkuat dengan konten tentunya, tambah
Wisnu.
Selain menulis berita untuk
dimuat di Kompas, Wisnu juga seorang blogger yang aktif. “Saya menulis di blog
karena saya ingin menulis yang tidak penting untuk menjadikan tulisan saya yang
penting tetap penting.” begitulah moto yang ia ucapkan. Ia bertanya pada
peserta, siapa saja yang aktif menulis di blog, dan tidak sedikit yang
mengacungkan jari, ia pun bahagia melihatnya. Menurut Wisnu, blog adalah media
yang baik untuk mempublish tulisan. Karena tulisan yang ia publish di blog pribadinya jugalah ia kerap dihubungi banyak
penerbit yang berniat membukukan tulisannya di blog. Alhasil 3 buku karyanya
berhasil diterbitkan, Yaitu Trilogi Pak Beye dan Istananya, Pak Beye dan
Keluarganya, Pak Beye dan Pak Kallanya,dan yang terbaru adalah Istana Bla Bla
Bla.
Wisnu lalu memberikan tips
menulis di blog pada peserta. Menurutnya tulisan yang efektif di blog adalah
berkisar dari 400-500 kata. Kita harus memperhatikan kecenderungan manusia
memperhatikan kata-kata secara penuh seperti ‘F model’, semakin kebawah semakin
turun perhatiannya. Tips ke dua, sebelum menulis kita harus membayangkan
pembaca kita. Hal itu dapat membantu kita mensegmentasi pembaca yang kita
inginkan untuk membaca tulisan kita. Wisnu sering membayangkan pembacanya
adalah orang-orang dewasa muda perkotaan yang smart dan tahu sedikit-sedikit
tentang politik, seperti Dian Sastro. Katanya jika ia membayangkan Dian Sastro
yang cantik itu membaca tulisannya, ia akan langsung semangat menulis, kontan
seluruh peserta tertawa mendengarnya. Terakhir, Wisnu menekankan prinsip utama
yang ia miliki untuk menulis, “Menulislah untuk pembaca, bukan untuk bos, atau
ego kita.” (AGT)
0 Comments:
Post a Comment