Malang – (23/9) Peraturan tentang standar cara
berpenampilan di kampus dikemas dalam bentuk
poster dan ditempel di setiap lantai gedung FISIP UB. Tentu, peraturan ini banyak menimbulkan reaksi
mahasiswa yang bertentangan, baik
respon positif maupun negatif. Para
akademisi pun turut menuturkan pendapat mereka.
“ Kita sebagai mahasiswa,
seharusnya sudah mengerti akan peraturan peraturan yang dasar, kita kan bukan
siswa lagi yang harus di suruh dulu, kita harus sadar. Masalah rambut pun
sama,karena itu bentuk fisik jadi kita juga sebagai mahasiswa harus
berpenampilan seperti mahasiswa, seorang yang intelektual” Billy, mahasiswa Ilmu Komunikasi 2014
Bertentangan dengan Billy, Verico,
salah satu mahasiswa
Ilmu Komunikasi 2015 mengatakan kerapian itu
tidak selalu dideskripsikan dengan memakai baju yang berkerah, justru kerapihan
dan kesopanan dalam berpakaianlah yang harus ditekankan. “Kalo aku pribadi sih agak
sedikit kontra dengan peraturan yang seperti itu, kaya kuliah diwajibkan pake
baju yang berkerah, kan rapi gak harus berkerah tuh, contoh aja di Amerika dalam
menjalankan perkuliahan kan bebas pake apa aja, asal kelakuan aja yang
dibenerin sama prestasinya.”
Ilustrasi larangan rambut gondrong
Menanggapi peraturan tersebut Anang
Sudjoko, salah satu dosen Ilmu Komunikasi
mengatakan bahwa pembahasan ini menyangkut isu yang
sensitif dan subjektif. Tidak adil rasanya jika mengatakan penampilan yang rapi
menentukan prestasi, namun ia menggarisbawahi
akan pentingnya nilai-nilai sosial yang berlaku dalam ruang publik tertentu. “Kita
dalam ranah pendidikan, terutama dalam dunia komunikasi kita mempunyai norma,
tata etika sebagai pengetahuan kita. Kita tidak sedang belajar misalkan dalam
sebuah seni panggung, yang dimana salah satu cara berekspresi dengan penampilan. Tapi kita dalam rangka
untuk mengajari sebuah keilmuan hidup manusia”
Hal
senada juga diungkapkan oleh rekan Anang, Rachmat
Kriyantono yang juga dosen di Ilmu
Komunikasi FISIP UB, “Anda itu humas bagi
diri anda, dimana anda menjaga impresi orang,
nah kerapian itu fungsinya disitu”.
Mendengar adanya pro dan kontra dari peraturan tersebut,
Yun Fitriani, dosen Ilmu Komunikasi FISIP UB menegaskan bahwa aturan itu dibuat
bukan untuk menekan satu pihak. “Masalah
berpakaian itukan masalah kebebasan, hak ya. Tapi kita juga punya hak untuk
mendapatkan cara pandang yang sehat. Sama-sama menghormati lah, kan misal saya
suka berpakaian terbuka belum tentu orang lain suka melihat saya seperti itu”
ujarnya. (bma/arl/rol/rds)
0 Comments:
Post a Comment