Salah satu dosen yang cukup
merasakan dampaknya adalah Wayan Weda Asmara Dewi. Wanita berkacamata ini mengaku jadwal
perkuliahan untuk mata kuliah yang diampu bergeser cukup banyak. Perkuliahan
tatap muka di kelas akhirnya hanya terlaksana sekitar dua sampai tiga kali. Hal
ini dirasa belum cukup bagi mahasiswa sehingga terjadi perubahan dalam sistem
ujian tengah semester. “Ya saya nggak tega kalau UTS-nya close book, walaupun di RPS-nya begitu. Solusinya saya ganti dengan me-resume
kegiatan perkuliahan tamu kemarin. Kalau saya masih ngadain UTS tulis ya kasihan banget
mahasiswanya,” terang Weda.
Tidak jauh berbeda dengan Weda, dosen
kajian media, Arif Budi Prasetya, ikut merasakan dampak dari kuliah tamu. Ia
juga merasakan pergeseran jadwal mata kuliah yang ia ampu. Namun, hal tersebut
tidak menjadi masalah selama masih bisa dikoordinasikan dengan ketua kelas mata
kuliah yang diampu. “Kalau memang kuliah tamu itu ada korelasinya dengan kelas
yang saya ampu, ya saya arahkan mahasiswa ke kuliah tamu tersebut. Semuanya
pasti saya koordinasikan dulu dengan ketua kelas. Kalaupun misalnya masih
kurang pertemuan, ya dicarikan kelas pengganti. Nanti dikoordinasikan lagi sama mahasiswa
lewat ketua kelas,” imbuhnya.
Dyan Rahmiati, selaku Sekretaris Jurusan
Ilmu Komunikasi menganggap bahwa dampak bergesernya jadwal perkuliahan sudah
menjadi resiko dari pelaksanaan program ini untuk pertama kali. Pihak jurusan
masih ‘meraba-raba’ sistem yang ada. “Perihal jadwal memang mau tidak mau akan bentrok
dengan jadwal kuliah reguler. Kalau perihal kuliah tamu yang memang
dilaksanakan saat jadwal perkulihan reguler sebenarnya dosen luar masuk ke
dalam kelas di mata kuliah tertentu. Tetapi kami mencoba memberikan kesempatan
untuk kelas-kelas lain yang bersangkutan agar mendapatkan ilmu sehingga kami
putuskan untuk membuat kelas besar,” terang Dyan.
Ketiganya berharap program 3 in 1 untuk dilanjutkan. Program ini
dianggap bagus bagi mahasiswa serta tenaga pendidik. Selain mahasiswa yang
mendapatkan ilmu, dosen juga bisa melakukan diskusi penelitian atau pun collaboration research bersama dosen
luar negeri. Namun, perlu adanya pengembangan serta perbaikan dari evaluasi
pelaksanaan program ini. “Mungkin ada beberapa hal yang kurang, tapi dosen
sudah berusaha semaksimal mungkin agar mahasiswa mendapatkan cakrawala ilmu
yang luas,” terang Arif. Tidak jauh berbeda dari Arif, Weda menyatakan perlu
persiapan yang lebih matang. “Persiapannya lebih dikondisikan dengan
perkuliahan juga. Mungkin diberikan jeda waktu antara profesor satu dengan yang lain,
jadi nggak mepet-mepet banget. Program ini kan bagus juga untuk akreditasi
jurusan,” jelas Weda. [vik/hud]
Penyunting:
0 Comments:
Post a Comment