Home Tentang Kami Berita Feature Komtribusi Komspiratif E-Bulletin Advo Info Instagram Our Videos
image1 image2 image3

SELAMAT DATANG DI CHANNEL11.COMM|LAMAN RESMI HIMANIKA UNIVERSITAS BRAWIJAYA|KABINET KOLABORASI

PILPRES 2019: MILENIAL SEBAGAI PRESIDEN BAYANGAN INDONESIA

Milenial sebagai presiden bayangan


MALANG, Channel11.COMM ― Tak berlebihan rasanya jika generasi milenial direpresentasikan sebagai presiden bayangan Indonesia. Generasi milenial diprediksikan mencapai 40% dari total daftar pemilih tetap (DPT) menurut Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pramono Ubaid Tanthowi . Dengan angka tersebut, rasanya bukan suatu hal yang mustahil bagi pemuda untuk menentukan arah gerak negri ini. Maka dari itu, pemaknaan presiden bayangan dapat diartikan sebagai perpanjangan tangan dari perubahan negri ini.

Pemilih Muda Bersuara

                                                   Pembelajaran mahasiswa di kelas tentang segala bentuk materi politik akan terealisasi dengan nyata apabila mahasiswa ikut serta dan aktif dalam penyelenggaraan pemilihan presiden (Pilpres). Menjadi nilai mutlak bagi seorang mahasiswa untuk menentukan pasangan calon yang akan dipilihnya. Masing-masing mereka menjadi bagian perubahan negri ini.

                                                   “Pemuda itu kan harapan suatu bangsa. Dengan angka DPT seperti itu, tulang punggung negara berada ditangan kita. Saya pikir itu merupakan suatu pembelajaran politik agar kita juga bisa aktif dan peka terhadap politik di Indonesia. Kita juga bisa terjun langsung ke dunia politik dengan menyalurkan langsung hak pilih kita,” tutur Yufirly Raizza Fadilah, Commuite 2016.

Dia juga menilai bahwa dengan banyaknya jumlah pemuda dalam DPT bisa menjadi hal baik dan buruk sekaligus. Bisa menjadi hal baik ketika kita memilih dan mengetahui benar siapa yang kita pilih dan berlaku sebaliknya jika kita tidak mengetahui benar siapa yang kita pilih. 

Sikap Politik BEM FISIP

                                                   Melihat situasi politik negri ini, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP menyikapi dengan mengadakan program “Ngibul”, singkatan dari Ngiringin dan Ngobrolin Pemilu. Program ini diadakan untuk mengedukasi pemilih muda dan pemula untuk dapat berpikir kritis secara substansi bukan hanya berdasar pada isu tertentu.

Saat disinggung kenetralan program tersebut, Rara Ayunita, Communite 2016 yang juga merupakan Menteri Kajian Aksi dan Strategi BEM FISIP, menegaskan bahwa program tersebut bertujuan murni untuk mengedukasi.

“Oh, nggak dong. Karena menurut aku, Kemenresdikti tadi bilang kampus harus bersih dari kampanye. Menurut aku, program ini bukan kampanye, tapi pencerdasan kita menyungguhkan substansi dari masing-masing calon gitu. Kalau kampanye, kita berarti ada hashtag khusus,” tuturnya.

Dimas Putra Wijaya, Wakil Presiden BEM FISIP, memberi padangan bahwa kita sebagai kaum intelektual, walau pada akhirnya harus terkotak-kotakan pada beberapa pilihan, tetapi jangan sampai kerasionalan kita saat memilih luput dari perhatian. Dengan hilangnya kerasionalan kita dalam memilih, rasanya kecerdasan berpolitik ini menjadi nihil.

Perguruan Tinggi Hanya untuk Edukasi

                                                   Sebagai bagian dari Aparatur Sipil Negara (ASN) dan juga tenaga pendidik dosen yang memiliki batasan untuk bersikap di dalam kelas, Abdul Wahid, selaku dosen Ilmu Komunikasi UB, bercerita kepada Channel11.COMM mengenai pembahasan ini. Ia bercerita bahwa dalam memberikan edukasi, tidak sama dengan mengarahkan mahasiswa untuk memilih sesuai pilihannya. Ia selalu bersikap terbuka dalam setiap pembahasan seputar pemilu dengan cara  selalu menghadirkan data dalam setiap materi yang diajar. Ia mengatakan bahwa dunia akademis adalah dunia bebas berpikir. Maka dari itu, seharusnya mahasiswa bisa lebih terbuka dalam memandang  Pilpres 2019 ini.

                                                   Saat disinggung  upaya memasukkan unsur kampanye ke dalam kampus, ia tidak membenarkan segala bentuk upaya tersebut dari pihak manapun. “Seharusnya yang ditampilkan cukup kepada data saja karena kita perlu datanya. Aneh rasanya jika kita menanyakan sesuatu namun tidak disertai data dan itu tidak masalah. Namun, tidak perlu menyebut nama atau memunculkan gambar salah satu pasangan calon. Sebenarnya cukup menggunakan White Brand saja, yaitu kondisi di mana suatu informasi yang dimunculkan tanpa nama atau indentitas, namun kita tahu informasi itu merujuk kepada siapa,” tutupnya.

                                                   Ia juga mengimbau kepada mahasiswa untuk bersikap lebih terbuka dan kompleks dalam menerima informasi terkait Pilpres 2019 ini. Biar bagaimanapun, hajatan demokrasi ini tidak terlepas dari adanya upaya  untuk mengarahkan kita untuk memilih salah satu calon. Jangan mudah terbuai oleh informasi yang beredar tanpa adanya usaha untuk mengklarifikasi informasi tersebut. Penggambaran seseorang terkoneksi dengan gambaran yang digambarkan secara sengaja melalui media massa.

Pemuda dan Pemula di Mata KPU

Merespon banyaknya persentase pemilih muda dan pemula pada Pilpres 2019, Drs. Edy Wuryanto, Kepala Subbagian Teknis Pemilu dan Hubungan Masyarakat KPU Kota Malang, secara kelembagaan menganggap hal ini sangat positif karena mereka ini lah yang diharapkan menjadi motor penggerak pesta demokrasi yang sebentar lagi diadakan, bukan sebagai motor penggerak golongan putih (golput).

Upaya KPU menarik minat milenial tecermin pada penggunaan berbagai macam platform. “Kita insya Allah sudah memiliki semua platform. Kita punya Instagram, kita punya Facebook, kita punya Twitter, kita punya Garuda TV dengan YouTube-nya. Kemudian kita punya website dan konten-konten itu kita buat dengan gaya milenial, anak muda sekarang. Supaya mereka menjadi nyaman bacanya. Menjadi enak untuk melihat aktivitas kita itu yang kita pergunakan selama ini,” pungkasnya.

Ia mengharapkan partisipasi pemuda dalam Pilpres 2019 ini bukan hanya dalam bentuk kedatangan di tempat pemungutan suara (TPS) dan terdaftar di DPT, tetapi juga memilih dengan proses yang benar dari penerimaan sampai pengolahan informasi tersebut. KPU Malang menargetkan tingkat partisipasi pada Pilpres 2019 ini adalah 80%, lima persen lebih tinggi dibandingkan tingkat partisipasi pada Pilkada 2018. [hmd/mh]

Penulis:
Halgi Mashalfi Degel
Muhammad Syamsul Huda

Penyunting:
Athaya Nadjla Azzariaputrie

Share this:

CONVERSATION

0 Comments:

Post a Comment