Home Tentang Kami Berita Feature Komtribusi Komspiratif E-Bulletin Advo Info Instagram Our Videos
image1 image2 image3

SELAMAT DATANG DI CHANNEL11.COMM|LAMAN RESMI HIMANIKA UNIVERSITAS BRAWIJAYA|KABINET KOLABORASI

Penampilan dan Prestasi : Korelasi Nirmakna yang Dipaksakan

Oleh Raka Iskandar 
Beberapa hari yang lalu saya menyaksikan video klip di Youtube sebuah single baru dari vlogger Karin Novilda atau Awkarin yang tengah menjadi sorotan publik sosial media akhir-akhir ini. Sempat melejit karena kehidupan dan asmara kontroversialnya, ia seolah ingin menunjukkan “pembalasan yang berkelas” atas serbuan kritik melalui “BAD”, sebuah karya kolaborasi dengan rapper Young Lex. That’s pretty well, Awkarin, perhatian kami untukmu sekarang. 

Rasanya tak etis jika saya ikut menghujat Awkarin, terlepas dari banyaknya nada sumbang seputar karya pembalasan Awkarin tersebut, saya lebih suka menafsirkan lirik yang banyak mengungkapkan kekesalan Awkarin akan para haters. Makna yang paling kentara saya tangkap adalah penampilannya selama ini  adalah simbol ketidakmunafikan. Singkatnya, don’t judge by it’s cover.  Right, Awkarin ?

Jika berbicara mengenai korelasi antara penampilan, prestasi dan attitude, banyak sekali perdebatan. Perang statement seperti “boleh nakal asal pintar dan berprestasi”, “penampilan modis tapi otak kosong”, “yang rapi belum tentu baik” dan lain-lain. Sulit rasanya menakar hal-hal tersebut saling  berkolerasi karena sejauh ini juga belum ada penelitian yang mengungkap hal tersebut. Namun masih saja banyak oknum-oknum yang mengaitkan ketiganya.

Perlu  digarisbawahi disini adalah, bagaimana seseorang menempatkan dirinya dalam ruang publik tertentu. Kita berada di Indonesia, negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara. Seolah sudah digariskan, kita mewarisi nilai-nilai bangsa Timur yang menghormati sikap, kelakuan, budi pekerti dan penampilan yang luhur. Namun di sisi lain, kita tinggal dalam sebuah sistem yang menghormati kebebasan yang bertanggung jawab. Kita bebas berekspresi, berkarya dan berpendapat asal berada di koridor yang sesuai dengan nilai-nilai masyarakat.

Naasnya yang terjadi saat ini, justru bergesernya pemahaman akan kebebasan itu sendiri. Kebebasan sekarang lebih dimaknai sebagai kreativitas tanpa batas yang member influence pada orang banyak. Tak jarang, nilai-nilai sosial dikorbankan. Pada akhirnya, definisi dari kebebasan bertanggungjawab beralih menjadi kebebasan karepe dewe, prestasi adalah bentuk pertanggungjawabannya. Kritik orang akan pelanggaran rambu-rambu sosial, hantam !

Dan pada akhirnya, itulah kenyataan saat ini. Kita tidak bisa menilai begitu saja penampilan seseorang, kebebasan berkarya seseorang dan attitude seseorang dengan versi benar-salah yang menjadi standar kita. Kita berawal dari bangsa yang luhur, marilah kembali pada keluhuran kita sebagai Indonesia. Saya hanya berharap akan lahir generasi-generasi kreatif seperti Awkarin yang berlandaskan koridor identitas bangsa ini. Sebagaimana salah satu dosen pernah mengatakan pada saya “anda adalah humas bagi diri anda sendiri”.
 

Share this:

CONVERSATION

0 Comments:

Post a Comment