Home Tentang Kami Berita Feature Komtribusi Komspiratif E-Bulletin Advo Info Instagram Our Videos
image1 image2 image3

SELAMAT DATANG DI CHANNEL11.COMM|LAMAN RESMI HIMANIKA UNIVERSITAS BRAWIJAYA|KABINET KOLABORASI

Secangkir Kopi di Pojok Ruangan

Aku merupakan salah satu orang yang senang mengunjungi tempat kopi. Bukan untuk membeli kopinya, melainkan untuk membeli sebuah ice chocolate dan kue red velvet kesukaanku.

“Saya tidak suka yang pahit-pahit.”

Kata itu yang selalu kuucapkan  setiap kali para barista di tempat kopi itu menanyakan mengapa aku tidak memesan kopi andalan mereka, yang katanya selalu habis dibeli orang. Bahkan katanya beberapa artis ternama senang membeli kopi di tempat kopi itu.

Para barista itu selalu membalasnya dengan senyuman, entah itu senyuman biasa atau senyuman bingung.

Malam ini, tepatnya pukul 9 malam, aku memasuki toko kopi yang memiliki aroma ciri khas kopi itu.

Barista bernama ‘Agi’ yang selalu bertugas setiap malam itu menyapaku dengan senyuman khasnya. Dia tahu aku akan pesan apa.

“Kayak biasa, Re?” tanyanya sambil mengambil gelas plastik berukuran sedang dan bersiap untuk menuliskannya dengan namaku.

“Ofcourse, Gi. Tapi kali ini ice chocolatenya kasih whipped cream, ya. Hehe.”

Agi dengan sigap menuliskan namaku, Rere, dan seperti biasa, menambahkan gambar-gambar lucu seperti bintang, bunga, ataupun gambar lainnya.

“Oh ya, Re, ngomong-ngomong soal ‘pahit’, inget kan soal pasangan yang sering banget ngopi berduaan di pojok?”

Aku mengerucutkan bibirku dan mengetuk-ngetuk meja kasir, tanda sedang berpikir dan mencoba untuk mengingat hal yang dimaksud Agi.

“Oh, yang sering berantem terus langsung baikan itu kan? Emang kenapa, Gi?”

“Itu, si cowok kemaren baru aja diputusin si cewek. Denger-denger si ceweknya udah bosen gitu,, tapi kayaknya si cowok malah biasa aja deh diputusin.” Bisik Agi, takut terdengar oleh cowok itu yang duduk tidak jauh dari kasir. Berbeda dengan tempat yang biasanya ia duduki.

“Ah, bukan urusan gue.”

“Coba samperin tuh, bikin manis lagi coba hidupnya.”

Aku hanya bisa menggelengkan kepala, menertawakan kegilaan ide Agi, lalu segera duduk di tempat yang biasa aku tempati, yaitu dekat jendela, yang diluarnya terdapat banyak pot-pot bunga lily kesukaanku.

Aku segera mengeluarkan laptop dan earphoneku, lalu mendengarkan beberapa lagu yang biasa aku dengar ketika berada di toko kopi ini untuk menyesuaikan mood dan suasana.

Beberapa menit setelah itu Agi datang membawakan ice chocolate dan kue red velvetku.

Aku yang sedang termangu mengerjakan tugas kuliah yang belum sempat kuselesaikan, tak sadar akan kehadiran seseorang di depanku, yang membuatku harus melepas salah satu earphoneku dan menatap sosok di depanku itu.

Ternyata lelaki di yang biasa duduk pojok ruangan itu. Lelaki yang ‘katanya’ baru saja disudahi hubungannya.

“Boleh duduk di sini?”

Aku hanya tersenyum, tanda mengiyakan pertanyaan tersebut.

Lalu kami berdua hanya diam, sampai akhirnya lelaki itu membuka mulutnya lagi.

“This is clearly a coffee shop, kok lo selalu pesen ice chocolate? Udah gitu,makan kue red velvet yang kadang lo nambah sampe dua kali gitu. Terus itu ice chocolatenya udah manis, lo tambah whipped cream lagi. Nanti diabetes loh.” celotehnya sambil menunjuk-nunjuk ice chocolate yang sekarang sudah tinggal setengah gelas.

Tunggu deh, selama ini dia ngeperhatiin gue?

Pikirku sambil menatapnya bingung, lalu segera membuang muka, mendapati Agi yang sedang tersenyum melihat pemandangan dari kasirnya itu.

“Gasuka yang pahit.” Jawabku dengan jutek.

Lelaki itu hanya nyengir, lalu memutuskan untuk diam.

Kami berdua berdiam diri dan sibuk dengan handphone masing-masing sampai jam menunjukkan pukul 11 malam.

Tiba-tiba lelaki itu berdiri, sontak membuatku yang sedang sibuk melihat-lihat foto teman-temanku di Instagram itu kaget.

“Lain kali gue boleh kan duduk di sini lagi? Ternyata di sini lebih dingin dan lebih nyaman, hehe.”

“Sure.” Kataku tanpa berpikir panjang.

“Oh ya, lain kali, cobain kopi deh. Kalo terlalu pahit, cobain caramel macchiato aja dulu.”

Lalu dia pergi dengan senyuman besar di wajahnya.

Senyum itu. Senyuman yang biasanya diperuntukkan kepada wanita yang selalu meminum kopi dengannya di pojok ruangan itu.

Apa kopi akan terasa manis kalau meminumnya dibarengi dengan memandang senyuman manis itu?




Penulis: Nada Salsabila

Share this:

CONVERSATION

0 Comments:

Post a Comment